Kamis, 18 April 2013


Menandai Datangnya Satria Piningit : 



Ditandai dengan meletusnya Gunung Lokon, di Tomohon, (19/9/2012)  pada pukul 23:01 WITA, Gunung Lokon untuk kesekian kali meletus kembali.
Dentuman terdengar hingga jarak 5 km. Tinggi lontaran material letusan termasuk material pijar mencapai  sekitar 1.500 m dari Kawah Tompaluan. Sebagai sebuah penanda kemenangan Jokowi dalam putaran Pilkada kali ini (20/9/2012)  tak terbendung lagi.
Sebuah kemenangan yang tidak mengejutkan bagi para spiritualis. Gempitanya ‘riak’ di permukaan, seputar Pilkada DKI,  telah mengalahkan ‘badai’ yang terjadi di alam ghaib. Begitulah keadaannya. Sejak gempabumi 7,9 SR di Philipina (31/8/2012) empat gunungapi telah terjadi erupsi di sekitar Sulawesi Utara dan Maluku Utara yaitu Gunungapi Karangetang, Lokon, Soputan, dan Gamalama.
Penanda berikutnya adalah gempa yang terjadi  di Banyuwangi, Dan masih akan terus terjadi, di selang seling air yang sepertinya akan muncul dari mana-mana. Inilah yang ‘menggiriskan’ Alam akan menuju kepada titik keseimbangan baru.
Namun kemenangan Jokowi terasa mengesankan, sebab menjadi sebuah bukti atas keyakinannya selama ini. saya tidak tertarik menganalisa siapakah yang menjadi pemenang dalam perebutan kekuasaan. Sebab dia sudah mengetahui siapakah yang bakalan menjadi pemenangnya. Dengan menganalisa tanda-tanda alam maka dengan mudah dia melakukan ‘prediksi’ dengan akurasi yang tinggi. Bukan pengetahuan ‘supranatural’, namun hanya sebagaimana ahli prakiraan cuaca, memprediksi kapan akan turunnya hujan.
Lebih tertarik kepada ‘kejadian’ yang akan melingkupi perubahan ‘kekuasaan’. Apakah yang bakalan terjadi diseputar kekuasaan dan bagaimanakah pengaruhnya bagi peradaban manusia itu sendiri.
Sejak kemunculan ‘Sabdo Palon’ di Merapi saat meletus tahun lalu. selalu mengikuti arah pergerakan mata angin. Mengikuti tanda-tanda kemunculan‘ Satria Piningit’. Melakukan eksplorasi atas mitos dan legenda yang melingkupi keberadaan ‘sosok’ yang misterius ini.
Pada setiap diri manusia ada ‘sosok satria’, sosok yang senantiasa ingin melakukan perubahan, ‘membela’ atas ketidaknyamanan, membela keadilan. Sosok yang ingin‘ bebas’  dari keterbelakangan, keterpurukan, penindasan, dan lain-lainnya.

Pada setiap jiwa manusia ada ‘sosok satria yang selalu dalam pingitan’. Sosok inilah yang senantiasa, berani tampil menyuarakan isi hati. Sosok inilah yang dalam keyakinan diri adalah sosok Satria Piningit itu sendiri. Sosok diantara mitos dan legenda masyarakat Jawa. Sosok yang ‘kecil’ namun kemudian bersatu menjadi ‘sosok’ raksasa yang memiliki daya luar biasa. Adalah kesadaran manusia.
Sosok Satria Piningit adalah kesadaran manusia akan jati dirnya. Dimana selama ini ‘kesadaran’ tersebut selalu , disembunyikan, dan tersembunyi, dalam ‘pingitan’. Dipingit oleh akal dan ego nya sendiri. Ketika sosok ini berani menyuarakan perubahan, maka sosok inilah yang menjadi  ‘satria’ itu sendiri. 
Satria yang ada dalam diri setiap manusia itu sendiri. Karena hakekatnya setiap manusia adalah Satria dan Pahlawan.

Sosok ini perumpamaannya seperti ‘angin’, halus sepoi bertiup, menyejukkan, namun ketika bersatu sosok ini , laksana ‘Angin Topan’ yang akan mampu memporak porandakan apa saja. Kebangkitan Kesadaran diri manusia yang menyatu menjadi sebuah Kesadaran kolektif akan menjadi kekuatan yang sangat luar biasa sekali. Menjadi Satria Piningit yang kemudian memiliki ‘daya dobrak’ sangat luar biasa.
Masalahnya adalah , bagaimana ketika sosok ini sudah menjadi ‘sosok’ yang memiliki ‘kekuatan’. (Yaitu) Kesadaran setiap diri manusia yang menginginkan ‘perubahan’,kemudian sedikit demi sedikit  menjadi meng ‘kristal’, menggumpal menjadi sosok ‘badai’ yang akan melibas apa saja.
Tak peduli siapa, dan bagaimana, sang badai akan memporak porandakan peradaban manusia itu sendiri. Dengan kata lain, begitu kesadaran kolektif berganti korbannya adalah nyawa manusia itu sendiri yang akan mati.
Lihatlah hasil dari kisah-kisah ini, bagaimana di era tahun 1965, di era  reformasi. Dan masih banyak lagi kisah di seluruh dunia perihal ini. Berapa ribu jiwa melayang. Bagaimana juga peristiwa sekarang yang terjadi di Timur tengah. Dimana perumbahan kesadaran manusia pasti akan menimbulkan korban, jutaan manusia.
Lirih, melangut kesedihan,senyap bersama hiruk pikuk kemenngan Jokowi dalam Pilkada kali ini. 
Bukan dia tidak bersuka, namun lebih kepada keadaan yang diketahuinya, bahwa kemenangan ini hanyalah sebuah awal atas tragedy kemanusiaan berikutnya, yang akan melanda negri ini. Sebagaimana sumpah Sang Sabdo Palon.
Begitulah yang dilihat dari mata batin . Satria  yang sudah terbangun di dalam jiwa-jiwa manusia. Satria yang terpingit sejak 700 tahun lalu, di dalam diri setiap jiwa manusia akan bangkit kembali. Menjadi satu kekuatan yang maha dahsyat. Kekuatan rakyat menyatu dalam satu KESADARAN KOLEKTIF untuk perubahan itu sendiri.
Sosok itu kemudian akan menyuarakan satu ‘perubahan’ mendasar bagai peradaban nusantara baru. Menjadi kekuatan yang tak terbendung lagi. Satria Piningit akan menjadi satu kekuatan rakyat yang maha dahsyat dalam satu kesadaran kolektif masyarakat. Satu Bahasa, Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Nasib dan Perjuangan. Menyenyahkan para ‘elit politik’ yang berada di seputar kekuasaan. Sosok ini akan memilih calonnya sendiri yang berasal dari rakyat jelata. Inilah kesadaran yang di ajarkan dari kemenangan Jokowi.
Rakyat akan menjadi sangat cerdas dengan kemenangan Jokowi ini. Dampaknya adalah bagi ‘orang-orang status quo’. Orang yang justru menjadi ‘founder’ bagi terpilihnya Jokowi, akan terkena ‘bumerang’ pada pemilihan RI-1 nanti. Mereka menjadi ‘makan buah simalakama’. Mereka akan sulit untuk mencalonkan diri mereka sendiri. Begitu juga bagi para tokoh lainnya, akan terbuka aibnya. Rakyat menjadi sangat cerdas dalam memilih, setelah di buka ‘hijab’ , melalui pemebelajaran Pilkada kali ini, dengan  kemenangan atas Jokowi yang menjadi figur sebuah simbol ‘rakyat jelata’..
Satria yang berada di dalam pingitan, tidak akan lagi memberikan kesempatan bagi  tokoh-tokoh yang berada di dalam ‘elit kekuasaan’ untuk tampil memimpin mereka. Maka akan terjadi perang kesadaran yang sangat luar biasa sekali. Perang yang tidak hanya diikuti mansuia saja, namun akan diikuti oleh seluruh makhluk-makhluk  yang menghuni nusantara ini.
Makhluk-makhluk yang selama ini berkuasa dan merajai di dalam diri ‘tokoh-tokoh elit kekuasaan’ tidak akan tinggal diam, tatkala posisinya di usik. Maka akan terjadi ‘perang’ antar mereka. Inilah yang akan menjadi urusan pasukan Sabdo Palon.Pasukan yang akan mengawal perubahan jaman ini.
Maka alam semesta akan merestui, bila saatnya tiba nanti. Ditandai dengan terjadinya huru hara di mana-mana, mulai dari bencana alam, banjir, gempa, gunung meletus dan lain-lainnya, dalam segala macam bentuk perubahan jaman. Kesemuanya itu untuk membersihkan nusantara dari kotoran masa lalu. 

Menyambut datangnya Nusantara Baru yang akan Berjaya setelahnya nanti. Suatu Negara yang akan menjadi ‘mercusuar’ dunia itulah Indonesia Raya.
Sayang berapa nyawa nanti akan hilang sia-sia, maka tak berani menengadahkan wajahnya lagi, dan semoga semua ini salah dalam membaca tanda-tanda alam. Semoga semua itu tidak terjadi. Tidak ada bencana, tidak ada kesedihan lagi bagi Indonesia. Cukuplah sudah pengorbanan para ‘leluhur’ dahulu demi saat sekarang ini.
Dalam kesedihan yang semakin perih, mendekap dada, berdoa kepada yang Maha Kuasa. Amin
wasalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar